Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2024

Jujur, Ini Amat Sulit - Bagian 2

"Kalau boleh jujur, ini sangat sulit." ••••• Dipta dan Savira sampai juga di rumah Savira yang tak seberapa besar. Savira turun sembari menenteng kardus biru tua itu. "Bunda masih sakit, Sav?" tanya Dipta yang hanya dibalas anggukan kecil. Dipta tersenyum miring sembari menepuk puncak kepala Savira lembut. "Nanti kamu kerja di cafe atau minimarket?" tanya Dipta lagi. Savira menggeleng pelan. "Hari ini aku ambil libur. Mau merawat bunda dulu," ujarnya lemah. Dipta mengangguk maklum. "Kalau ada apa-apa, telpon aku. Anggap aku kakakmu, okay?" suruh Dipta. Savira mengangguk dan segera pamit memasuki rumahnya. Dipta langsung menaiki motornya dan pulang. "Maaf, Dip. Aku tahu kamu ingin lebih dari sekadar kakak. Hanya saja hatiku ini belum mau membuka untuk orang lain, walaupun dia sudah begitu dalam menyakitinya," gumam Savira setelah memasuki rumahnya.  "Aku pulang, Bunda!" seru Savira mencoba terdengar riang. Tak ada sah...

Jujur, Ini Amat Sulit - Bagian 1

Seorang gadis mencoba menuruni tebing yang tadi dipanjat untuk masuk ke area perkemahan. Ia turun dengan cukup kesulitan karena di punggungnya ada banyak sekali barang bawaan kelompok. Setelah berhasil turun, Ia dihadapkan dengan pemuda berkacamata yang menghentikan motor di depannya. Tak ada suara karena tak ada yang mau membuka percakapan di antara keduanya. Si gadis hanya menatapnya dengan tatapan sendu dan pemuda tadi menatapnya dengan tatapan rindu. Mereka hanya terdiam, menyelami kedalaman mata masing-masing. "Cie, Ava! Mau jadi ojeknya lagi?" pekik gadis lain sembari menghentikan laju motornya di tanjakan yang cukup dekat dengan dua insan yang bertatapan tadi. Gadis itu tersentak. Ia baru ingat bahwa pemuda di hadapannya itu tak boleh ia temui lagi. "Ava, sudahlah! Jangan mau jadi ojek dia lagi! Kamu nanti sak--" "Aku bukan mau jemput dia. Kebetulan aku diam di sini, mau mengecek barang yang kubawa. Lagipula 'dia' yang membawa barang kelompok kit...